Senin, 30 Desember 2013

39.Cerpen : Lira dan Nasa






Air hujan menetes pelan, gerimis akhir akhir ini datang dengan intensitas yang lebih banyak, hampir setiap hari. Dan aku tidak suka itu, karena akan banyak hal yang terganggu karena hujan. Aku tak bisa bermain basket, tak bisa pergi kemanapun, dan harus basah kuyup ketika pulang kerumah, dan yang paling kubenci adalah aku harus mengingat kejadian setahun yang lalu. Sama seperti hari ini, saat air dengan bangganya jatuh ketanah. Jam pulang sekolah sudah lama berdering, tapi banyak murid yang masih di sekolah, mungkin menunggu hujan reda.
Hampir setahun yang lalu, ketika aku pertama kali merasakan perasaan yang aneh mulai merasuk, dan juga ketika aku mulai tak bisa berlari dengan sempurna lagi. Dua kabar yang saling bertolak belakang yang hampir membuatku frustasi kala itu. Aku senang karena ketika tahu  bahwa rasa itu adalah cinta, kepadamu. Dan hari itu juga aku harus menerima kenyataan bahwa aku tak bisa berlari lagi dengan benar, dan semua itu karena kebodohanku yang mencintaimu.
Hari itu mendung gelap, tapi pertandingan basket antar sekolah tetap dilaksanakan, aku saat itu dimainkan sebagai starter, sebelumnya memang hujan belum turun namun dimenit ke 20 hujan turun gerimis memang, namun jika tidak hati-hati bisa jatuh terpeleset. Dan itulah yang membuatku seperti ini, aku melihat dia, mendekati lapangan basket ketika air hujan itu mulai mengenang, sehingga aku tak konsen berlari, ataupun bertanding. Dan saat itu seorang pemain lawan menabrakku dan akhirnya aku terjatuh tak sadarkan diri.
Saat bangun aku sudah ada di UKS sekolah, dokter di UKS bilang bahwa kakiku mengalami patah tulang dan kemungkinan besar tidak bisa berlari dengan cepat lagi. Sejak saat itu aku mulai jarang pergi ke lapangan basket, meskipun aku masih sering bermain basket di hari minggu ketika lapangan basket tidak ada yang memakai.Yah, hal yang seperti itu memang harus dilupakan bukan? Tapi mencintaimu, tak semudah itu.
Aku menunggu hujan reda di koridor depan kelas, bersama sahabatku Resha. Kadang kami tertawa menertawakan hal yang mungkin bagi orang lain tidak lucu, tiba-tiba Resha menyikut lenganku,
“Eh, Ra itu Nasa lagi duduk didepan kelasnya, kayaknya nunggu hujan reda juga deh.”
Aku menoleh kearah kiri, dan benar saja, Nasa tengah duduk dengan tenang mempehatikan hujan yang tak berhenti. Aku hanya tersenyum kecut kepada Resha, hanya dia yang tahu tentang perasaan sukaku ini. Melihat tak puas dengan reaksiku dia kemudian bertanya lagi.
“Kamu yakin mau ngelupain cinta pertama dalam diam ini?” Resha tampak tak senang melihat ekpresiku yang berubah diam.
“Mau gimana lagi, aku lebih suka mencintai dalam diam, Sa.” Setelah mengucapkan itu aku diam. Apakah benar aku lebih suka begini, cinta dalam diam.
Aku melihat ke arah Nasa lagi, sekilas aku melihatnya tengah melihat ke arahku dan Resha, kemudian dia tersenyum dan aku segera membuang muka. Mungkin sekarang wajahku merah kayak tomat.
“Kenapa lu, Ra?” Resha agak bingung, namun segera mengerti ketika melihat Nara berjalan kearah kelasku. “Ra, dia kesini loh.” Kata Resha menyikut lenganku sambil tersenyum jahil. Sakit banget.
“Hai Lira, hai Resha.” Sapanya dengan nada datar seperti biasanya. Kadang aku bingung dengan tingkah Nasa yang selalu tenang dalam keadaan apa saja. Dan itulah yang membuatku menyukainaya, dia tenang, punya banyak teman, dan pandai. Buktinya dia rangking 5 besar angkatan.
“Resha bisa bicara bentar?” Tanya Nasa kepada Resha, memang Resha dan Nasa adalah teman ketika kelas sepuluh dulu. Jadi wajar saja mereka akrab, meskipun begitu dalam hatiku ada sedikit rasa iri dan sejenisnya, tapi gimana lagi. Ini kan cinta dalam diam.
“Lira, Resha-nya tak pinjam dulu ya.” Kata Nasa sebelum mereka meninggalkanku untuk bicara agak jauh dariku.
Suara gemercik air semakin keras, ternyata hujan memang tak berniat berhenti namun sebaliknya, semakin deras. Aku jadi tidak mendengar percakapan Resha dan Nasa. Ah benar benar menyebalkan. 

******
Aku Nasa, umurku tujuh belas tahun, sekarang sudah jam pulang sekolah, dan aku masih ada di depan kelas, menunggu hujan dan memperhatikan seseorang di depan kelas lain. sebelumnya aku sangat menyukai hujan. Karena ketika hujan banyak daerah yang membutuhkan air menjadi tidak kekeringan, karena hujan aku bisa melihat ke agungan Tuhan. Namun semenjak hari itu, aku tidak lagi menyukai hujan, semenjak kejadian yang membuat hatiku ikut terluka.
Mungkin hampir setahun yang lalu hari sial itu terjadi. Hari itu memang mendung sangat gelap, aku mendapat kabar bahwa dia akan ikut bertanding dalam pertandingan basket persahabatan dengan SMA lain. Karena hari itu aku ada rapat OSIS aku terlambat datang ke lapangan basket, ketika aku datang hujan mulai turun, meskipun gerimis aku tetap berjalan mendekati teman teman yang lain yang juga mendukung tim basket kami, dan aku melihatnya pemain bernomor punggung 12 tengah bermain dilapangan, aku melihat betapa semangatnya gadis itu dalam berlari, dan juga rambut yang hampir basah semua. Dan yang paling aku ingat adalah ketika gadis itu jatuh tertabrak pemain lawan yang berbadan lebih besar darinya. Tanpa disuruh aku segera lari ketengah lapangan kearah gadis yang tengah dikerumuni pemain lainnya yang tengah membantunya duduk, gadis itu memejamkan mata, ia tak sadarkan diri. Aku segera membawanya ke UKS di ikuti beberapa pemain lainnya. Pada saat itu hatiku tak menentu, jujur aku merasa sangat sakit, melihatnya tak berdaya seperti ini. Melihatnya kesakitan. Sesampainya di UKS dokter mengatakan bahwa ia mengalami patah tulang dan kemungkinan tak bisa berlari dengan baik. Mendengar itu aku begitu terpukul. Aku tahu bahwa basket adalah kesukaannya selain bermain gitar, dan melukis. Bagaimana bisa gadis kecil itu bisa menerimanya.
Setelah agak tenang aku melihat teman sekelasku ketika kelas sepuluh, Resha tengah duduk disamping gadis itu. Ia dengan sabar menuggu gadis bernomor 12 itu sadar. Ia sedikit kaget ketika melihatku ada di UKS dengan baju basah.
“Nasa? kamu kenapa ada disini?” Tanya Resha sedikit curiga.
“Oh. Aku yang membawanya kesini.” Jawabku singkat, membuat Resha semakin curiga.
“Tapi kenapa kamu yang membawanya, buat apa kamu ada di lapangan basket? Seingatku kamu tidak terlalu suka basket, atau jangan-jangan… kamu..” pertanyaan Resha memang membuatku terpojok. Dan aku hanya bisa tersenyum kecut.
Setelah itu hanya Resha yang tahu kenapa aku rela berbasah kuyup demi gadis bernomor 12 itu. Dan dia berjanji tidak akan mengatakan kepada siapapun tentang hal itu. Termasuk gadis itu.
Hari ini aku melihat gadis itu, Lira tengah tertawa bersama Resha. Sudah lama aku tidak melihatnya seperti itu, apa lagi saat hujan-hujan begini. Sejak kejadian hari itu tepatnya. Sebelumnya aku sering melihatnya tertawa riang, saat pertama kali aku melihatnya adalah ketika dia tengah tertawa riang  saat berhasil memasukkan bola ke ring di pertandingan mewakili di kompetisi bola basket se-Kota 2 tahun lalu.
Secara tak sadar aku tersenyum sendiri. Bagaimana bisa setelah gadis itu tidak bermain basket, aku masuk klub basket sekolah, dan aku tahu bahwa gadis itu tidak benar-benar meninggalkan basket, karena setiap hari minggu aku selalu ke sekolah melihat gadis itu dari lantai dua gedung sekolah, melihat usaha gadis itu untuk bisa bermain lagi.
Apakah aku harus memberanikan diri sekarang? Aku ingin mengubah pandangannya dan pandanganku tentang hujan menjadi lebih baik. Aku memberanikan diri berjalan kearah Lira dan Resha, kemudian memutuskan memanggil Resha, karena tiba-bita jantungku berdegup semakin kencang.
“Hai Lira, hai Resha.” Aku menyapanya, meskipun tampak kaku. Aku melihatnya tersenyum sekilas.
“Resha bisa bicara bentar?” Tanyaku pada Resha, sementara itu aku yakin Resha menahan tawa. Tapi aku mencoba menghiraukannya
“Lira, Resha-nya tak pinjam dulu ya.” Kemudian aku pergi menjauh dari Lira, sementara itu Resha di belakangku mengikuti.
“Ada apa, Sa?” Tanya Resha, yang aku yakini bahwa dia tengah menahan tawa.
“Re, ini serius. Aku ingin dia tahu tentang aku.” Kataku serius.
“Baguslah kalau begitu.”kata resha. “Kalau begitu sebaiknya kau cepat, sebelum hujan makin deras.”

*****
Hampir sepuluh menit Resha dan Nasa berbicara, aku mulai tak sabar ingin mengetahui apa yang mereka bicarakan. Meskipun aku tau Resha takkan menceritakan apa-apa. Beberapa saat kemudian Resha berjalan kembali kearahku, diwajahnya tersirat kebahagiaan.
“Ra, aku pulang duluan ya, tiba-tiba kakakku minta diantar beli sepatu, maaf banget ya ra, aku harus pergi. Kamu hati hati ya, tunggu sampai hujan reda. Bye bye” kata resha sambil mengemasi barang-barangnya. Kemudian melambai dan menerjang hujan  dengan payung transparannya.
Lima menit setelah Resha pergi, aku masih menuggu di kursi depan kelas. Sekolah  mulai sepi, banyak murid yang mungkin sudah lelah menunggu hujan yang tak reda-reda.
“Hai lira.” Sapa seseorang dari arah kiri ku. Aku menoleh untuk melihat siapa yang memanggilku, disampingku sudah berdiri dengan tegap, Nasa. Aku sempat kaget saat melihatnya namun segera bertingkah seolah-olah dia adalah murid biasa seperti yang lain.
“Hai Nasa, Rhesa barusan tadi pulang.” Kataku mencoba biasa saja.
Nasa tersenyum sebentar kemudian berjalan dan duduk di samping kanan ku. Aku sedikit kaget, karena sebelumnya aku tak pernah bicara berdua dengannya. 
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Maaf aku belum bisa menentukan ending cerpen ini :)

38.Liburan Hanya Mitos

hai? apakah kalian sedang menikmati liburan liburan?aaa, jika tidak, kalian senasib denganku.
kau tahu, rasanya menghabiskan liburan terakhirmu, sebagai  anak SMA, dirumah saja, dengan agenda tidur, makan, internetan, nonton film, tidur lagi, makan dan seterusnya, seperti siklus, siklus krebs barang kali. itu menyedihkan.
yaaa, aku berharap liburan ini bisa touring sesuai rencana, atau jika tidak bisa pergi pergi bersama teman, tapi... karena kemacetan jogja, dan cuaca yang tak menentu aku jadi malas keluar. dan memilih menonton film yang semakin hari semakin membosankan. kalian tahu aku menonton film apa? sebenarnya bukan film, tapi anime. anime jepang.  judulnya "Detektif Conan" aku menontonya dari episode pertama, dan sekarang sudah ke 190, lumayan banyak yaa....

 aku cuma akan menyarankan, bagi kalian yang suka misteri kayak aku, kalian WAJIB nonton/ baca nih anime lewat komik juga, dan kalian akan menyadari betapa kerennya yang buat itu. nih 2 anime yang bagus banget menurutku yang perlu mikir kalo bacanya :) Happy Holiday kawan 




Rabu, 18 Desember 2013

37.Rimas's day

kalo ditanya gimana perasaanmu tentang hari ini?
aku bakal bilang kayak stroberi, ada manis dan asemnya. kayak hari ini. kayak kalian.
asemnya karena harusnya hari ini aku liat ABL, dan temen yang harusnya bareng, nggak jadi  liat. dan nggak mungkin kalo aku liat sendiri. -_- dan masih remed UAS. itu nyesek banget!
MANISnya. hari ini ulang tahun orang selain keluarga yang palingggggggg deket, bisa dibilang kalo dia kertas aku pensilnya gitu, sejenis sahabatan tapi dia kuanggap kayak kakak gitu. dan kalian tau? aku lupa hari ini ulang tahunnya, kalo tadi pagi nggak liat facebook, bisa bisa hari ini terlewatkan begitu saja. tetapi, karena aku dapet ilham ingatan di siang hari aku dan yang lain masih sempet ngasih rencana kejutan buat dia. HAPPY BIRTHDAY MY BEST RIMAS, KITA UDAH 17 TAHUN HIDUP SEBAGAI TEMAN, DAN AKU NGGAK PENGEN KEHILANGAN KAMU, JADI KITA HARUS JADI TEMEN SELAMANYA OKE?











bisa dibilang aku tidak terlalu percaya dengan yang namanya sahabat, tapi mereka pengeculian :')

Senin, 02 Desember 2013

36.Sosok : Soe Hok Gie


aku mengaguminya, seorang mahasiswa di zaman orde lama yang menolak keras pemerintahan Soekarno. Ia adalah Soe Hok Gie. Soe Hok Gie dan Mahameru adalah kata yang tak bisa di pisahkan. ia dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942. Dia adalah sosok aktifis yang sangat aktif pada masanya. Sebuah karya catatan hariannya yang berjudul Soe Hok Gie: Catatan Seorang Demonstran setebal 494 halaman oleh LP3ES diterbitkan pada tahun 1983. Soe Hok Gie tercatat sebagai mahasiswa Universitas Indonesia dan juga merupakan salah satu pendiri Mapala UI yang salah satu kegiatan terpenting dalam organisasi pecinta alam tersebut adalah mendaki gunung. Gie juga tercatat menjadi pemimpin Mapala UI untuk misi pendakian Gunung Slamet, 3.442m.
Kemudian pada 16 Desember 1969, Gie bersama Mapala UI berencana melakukan misi pendakian ke Gunung Mahameru (Semeru) yang mempunyai ketinggian 3.676m. Banyak sekali rekan-rekannya yang menanyakan kenapa ingin melakukan misi tersebut. Gie pun menjelaskan kepada rekan-rekannya tesebut :
“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”
8 Desember sebelum Gie berangkat sempat menuliskan catatannya:
“Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin mengobrol-ngobrol pamit sebelum ke semeru. Dengan Maria, Rina dan juga ingin membuat acara yang intim dengan Sunarti. Saya kira ini adalah pengaruh atas kematian Kian Fong yang begitu aneh dan begitu cepat.”
Hok Gie meninggal di gunung Semeru tahun 1969 tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 akibat menghirup asap beracun di gunung tersebut. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis. Selanjutnya catatan selama ke Gunung Semeru lenyap bersamaan dengan meninggalnya Gie di puncak gunung tersebut. Berikut beberapa kisah yang mewarnai tragedi tersebut yang dikutip dari Intisari :

Suasana sore hari bergerimis hujan dan kabut tebal, tanggal 16 Desember 1969 di G. Semeru. Seusai berdoa dan menyaksikan letupan Kawah Jonggringseloko di Puncak Mahameru (puncaknya G. Semeru) serta semburan uap hitam yang mengembus membentuk tiang awan, beberapa anggota tim terseok-seok gontai menuruni dataran terbuka penuh pasir bebatuan, mereka menutup hidung, mencegah bau belerang yang makin menusuk hidung dan paru-paru. Di depan kelihatan Gie sedang termenung dengan gaya khasnya, duduk dengan lutut kaki terlipat ke dada dan tangan menopang dagu, di tubir kecil sungai kering. Tides dan Wiwiek turun duluan.
Dengan tertawa kecil, Gie menitipkan batu dan daun cemara. Katanya, “Simpan dan berikan kepada kepada ‘kawan-kawan’ batu berasal dari tanah tertinggi di Jawa. Juga hadiahkan daun cemara dari puncak gunung tertinggi di Jawa ini pada cewek-cewek FSUI.” Begitu kira-kira kata-kata terakhirnya, sebelum turun ke perkemahan darurat dekat batas hutan pinus atau situs recopodo (arca purbakala kecil sekitar 400-an meter di bawah Puncak Mahameru).
Di perkemahan darurat yang cuma beratapkan dua lembar ponco (jas hujan tentara), bersama Tides, Wiwiek dan Maman, mereka menunggu datangnya Herman, Freddy, Gie, dan Idhan. Hari makin sore, hujan mulai tipis dan lamat-lamat kelihatan beberapa puncak gunung lainnya. Namun secara berkala, letupan di Jonggringseloko tetap terdengar jelas.
Menjelang senja, tiba-tiba batu kecil berguguran. Freddy muncul sambil memerosotkan tubuhnya yang jangkung. “Gie dan Idhan kecelakaan!” katanya. Tak jelas apakah waktu itu Freddy bilang soal terkena uap racun, atau patah tulang. Mulai panik, mereka berjalan tertatih-tatih ke arah puncak sambil meneriakkan nama Herman, Gie, dan Idhan berkali-kali.
Beberapa saat kemudian, Herman datang sambil mengempaskan diri ke tenda darurat. Dia melapor kepada Tides, kalau Gie dan Idhan sudah meninggal! Kami semua bingung, tak tahu harus berbuat apa, kecuali berharap semoga laporan Herman itu ngaco. Tides sebagai anggota tertua, segera mengatur rencana penyelamatan.
Menjelang maghrib, Tides bersama Wiwiek segera turun gunung, menuju perkemahan pusat di tepian (danau) Ranu Pane, setelah membekali diri dengan dua bungkus mi kering, dua kerat coklat, sepotong kue kacang hijau, dan satu wadah air minum. Tides meminta beberapa rekannya untuk menjaga kesehatan Maman yang masih shock, karena tergelincir dan jatuh berguling ke jurang kecil.
“Cek lagi keadaan Gie dan Idhan yang sebenarnya,” begitu ucap Tides sambil pamit di sore hari yang mulai gelap. Selanjutnya, mereka berempat tidur sekenanya, sambil menahan rembesan udara berhawa dingin, serta tamparan angin yang nyaris membekukan sendi tulang.
Baru keesokan paginya, 17 Desember 1969, mereka yakin kalau Gie dan Idhan sungguh sudah tiada, di tanah tertinggi di Pulau Jawa. Mereka jumpai jasad keduanya sudah kaku. Semalam suntuk mereka lelap berkasur pasir dan batu kecil G. Semeru. Badannya yang dingin, sudah semalaman rebah berselimut kabut malam dan halimun pagi. Mata Gie dan Idhan terkatup kencang serapat katupan bibir birunya. Mereka semua diam dan sedih.
24 Desember 1969 Gie dimakamkan di pemakaman Menteng Pulo, namun dua hari kemudian dipindahkan ke Pekuburan Kober, Tanah Abang. Tahun 1975 Ali Sadikin membongkar Pekuburan Kober sehingga harus dipindahkan lagi, namun keluarganya menolak dan teman-temannya sempat ingat bahwa jika dia meninggal sebaiknya mayatnya dibakar dan abunya disebarkan di gunung. Dengan pertimbangan tersebut akhirnya tulang belulang Gie dikremasi dan abunya disebar di puncak Gunung Pangrango.

Beberapa quote dari Soe Hok Gie
  • Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.
  • Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
  • Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.
  • Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.
  • Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.
  • Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi “manusia-manusia yang biasa”. Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
  • Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
  • Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
  • Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
  • Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…
  • Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
  • Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
  • Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.
  • To be a human is to be destroyed.
  • Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
  • Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.
  • I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.
  • Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
  • Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.
  • Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.
Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik
Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya, tanpa kita bisa mengerti tanpa kita bisa menawar, terimalah dan hadapilah..
(Mandalawangi. 19 Juli 1966. Soe Hok-gie)







 kelak suatu saat aku ingin menjadi seseorang yang suci dari segala kemunafikan dunia, aku ingin menjadi seseorang yang adil, membangun Indonesia, tanpa condong ke golongan manapun, apa bisa?
 sumber:
http://galipatz.wordpress.com/2011/07/02/soe-hok-gie-dan-mahameru/

Minggu, 01 Desember 2013

25.Drawing

Hari ini adalah hari pertama bulan Desember, bulan paling akhir di tahun ini. itu artinya sebentar lagi 2014 akan datang dan akan banyak soal-soal TO yang bikin pusing, selain itu 2014 adalah tahun dimana aku akan menjadi mahasiswa baru. aminn :)
 postingan kali ini aku cuma mau nge-share beberapa foto, karena lagi males nulis :) 


ini calon prangko tahun 2020 #tugas seni rupa

semangat 014 smaven :) masuk luluslolos bareng yaaaaa

setiap orang memiliki kepribadian , sifat dan kesukaan yang berbeda dan itulah yang membuat setiap manusia sangat istimewa

seorang gadis virgo~


gadis kuat dengan keberanian seperti srikandi? 






Jumat, 29 November 2013

34.Rendra

Ma,
bukan maut yang menggetarkan hatiku
Tetapi hidup yang tidak hidup
karena kehilangan daya dan kehilangan fitrahnya
Ada malam-malam aku menjalani
lorong panjang tanpa tujuan kemana-mana
Hawa dingin masuk ke badanku yang hampa
padahal angin tidak ada
Bintang-bintang menjadi kunang-kunang
yang lebih menekankan kehadiran kegelapan
Tidak ada pikiran, tidak ada perasaan,
tidak ada suatu apa…..
Hidup memang fana Ma,
Tetapi keadaan tak berdaya
membuat diriku tidak ada
Kadang-kadang aku merasa terbuang ke belantara,
dijauhi ayah bunda dan ditolak para tetangga
Atau aku terlantar di pasar, aku berbicara
tetapi orang-orang tidak mendengar
Mereka merobek-robek buku
dan menertawakan cita-cita
Aku marah, aku takut, aku gemetar,
namun gagal menyusun bahasa
Hidup memang fana Ma,
itu gampang aku terima
Tetapi duduk memeluk lutut sendirian di savanna
membuat hidupku tak ada harganya
Kadang-kadang aku merasa
ditarik-tarik orang kesana-kemari,
mulut berbusa sekedar karena tertawa
Hidup cemar oleh basa-basi dan
orang-orang mengisi waktu dengan pertengkaran edan
yang tanpa persoalan,
Hidup memang fana, tentu saja Ma
-WS RENDRA-

sumber : Fb-nya Atika Hamami F :)

Senin, 18 November 2013

33.Hasrat untuk Berubah



ketika aku masih muda  dan bebas berkhayal,aku bermimpi ingin mengubah dunia. seiring dengan bertambahnya usia dan  kearifanku, kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah.

maka cita-cita itupun agak kupersempit,lalu kuputuskan untuk hanya  mengubah negeriku.namun tampaknya, hasrat itupun tiada hasilnya.
ketika usiaku semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa,kuputuskan untuk mengubah keluargaku, orang-orang yang paling dekat denganku.tetapi celakanya, merekapun tidak mau diubah!
dan kini, sementara aku berbaring saat ajal menjelang tiba-tiba kusadari:
“andaikan yang pertama tama kuubah adalah diriku,maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan, mungkin aku bisa mengubah keluargaku.lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi akupun mampu memperbaiki negeriku;kemudian siapa tahu, aku bahkan bisa mengubah dunia!”
terukir disenuah makam di westminster abbey, inggris

32.Hilang

Jika kamu tak suka, silahkan pergi.
Dan ketika itu terjadi, kau dan aku. hilang.

Kamis, 14 November 2013

31.Tanggung jawab

Hai, kali ini saya sedang kepikiran tentang masalalu (bukan masalalu juga sih), nostalgia gitu..
karena lagi sibuk-sibuknya buat l*j jadi keinget pas eventnya itu sedang berlangsung, tiba tiba pengen ngulang (padahal dulu pengen cepet-cepet selesai) yah dasar manusia ~
kalo ke inget dulu itu, rasanya kok kayak dulu aku bodoh banget, buat ini aja lama, buat proposal banyak yang salah, bisa dibilang ancur banget deh.




Camping Ilmiah Seveners 2013







International Competition 2013



Donda Bazar 2013

MOPD 2013

dari semua kegiatan di atas, aku yakin bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, bahkan terlalu baik. bila harus jujur, hanya kita yang terlalu meremehkan pengalaman yang sederhana.

30.MangaFest UGM 2013

selamat semua, apa kabar?
aku mau nge-share tentang kunjunganku ke Manga fest yang diadain oleh FIB UGM tanggal 9-10 November lalu, ya... meskipun agak kecewa karna tidak mendapatkan tanda tangan sesorang tapi acara ini tetep bagus banget, apa lagi costplay nya keren keren banget :) nggak sabar nunggu mangafest tahun depan