Sinar
rembulan sempurna terpancar jelas ke
bumi, mendung sore tadi telah tergusur pergi entah kemana. Malam ini hanya ada
bintang yang menemaniku mengarungi jalan pulang. Waktu menunjukkan pukul 18.46.
bukankah seharusnya aku sudah berada dirumah sejak empat setengah jam yang lalu
? ah lupakan. Masa remajaku hanya mitos belaka, harapan palsu lebih tepatnya.
Perjalanku
terasa pelan, dan membosankan, karena beberapa lampu merah memberhentikanku. Seperti
sekarang ini. Dilampu merah ke sekian ini aku melihat seorang perempuan dan
laki laki yang sedang bernyanyi, si perempuan itu dengan mahirnya memainkan
gitar kecil sambil menyanyi. Suaranya tak buruk. Lumayan. Sedankan si laki laki
itu memainkan gendang buatan dari pralon air. Ya… pemandangan ini yang selalu
kulihat setiap dilampu merah. Selalu ada.
Kadang
aku berpikir aku begitu beruntung dilahirkan dari keluarga yang sederhana,
meskipun beberapa hal harus dengan usaha yang ekstra. Namun ketika melihat
pemanangan didepanku ini. Pikiran ku selalu bertanya-tanya. Mengapa mereka
seperti itu? Apa yang membuata mereka menjadi seperti itu? Mana orangtuanya,
atau anaknya? Bagaimana bisa sekecil itu harus mencari uang sendiri? Aku selalu
bertanya. Dan pada akhirnya aku tak pernah menemukan jawaban.
Pikiranku
selalu berusaha menyalahkan Negara ini, setiap kali mencari alasan mengapa
banyak sekali pengemis di perempatan jalan. Apakah sudah se-‘bobrok’ inikah negeri yang dulunya
dipuja-puja bangsa lain. Apakah sudah menjadi mainstream korupsi di sini? Salah siapa ini? Salah merekakah yang
duduk digedung mewah itu? Atau kita? Yang dengan wajah polos memilih mereka
untuk mewakili kita? -_-