“Gie, seorang
intelektual yang bebas adalah seorang pejuang yang sendirian…. Bersedialah
menerima nasib ini. Kalau kau mau bertahan sebagai intelektual yang merdeka:
sendirian, kesepian, penderitaan.”-Catatan Seorang Demonstran
Kata kata di atas aku mengambilnya
dari sebuah buku berjudul “Catatan Seorang Demonstran” halaman 369. Salah satu
dari banyak buku yang mengisahkan sosok bernama Gie, Soe Hok Gie. Iya, namanya
mungkin jarang kita dengar, asing bagi telinga anak muda abad 21 ini, namun
nama itu tak pernah terhapus dari ingatanku. Nama yang meskipun yang punya
sudah tidak ada di dunia hampir setengah abad ini akan tetap selalu dalam
ingatanku. Meskipun Gie sudah lama pergi, namun pemikirannya masih saja
mempengaruhiku, anak yang masih berumur 17 tahun. Kegigihannya dalam membela
apa yang ia anggap benar dan adil tanpa condong ke golongan adalah salah satu
hal yang membuat ku mengaguminya. Sangat.
Gie, dia adalah pemuja
mahameru, akupun juga. Aku mengetahui bahwa nama puncak semeru adalah mahameru
karena aku mendengar kisahnya. Aku ingin mendaki gunung gede pangrango juga
karena membaca puisinya. Mandalawangi.
Hal yang mungkin bisa
diteladani darinya adalah, rasa nasionalisnya yang tinggi, rasa ingin membela
kebenarannya yang besar, yang tidak mudah kita temui di generasi sekarang. sampai sampai dengan membaca bukunya saja aku jatuh cinta.
“Lebih baik diasingkan
daripada menyerah dalam kemunafikan.” –Soe Hok Gie