Senin, 27 Agustus 2018

sebuah dialog bersama purnama

aku sudah capai ketika menaiki tangga, mataku setengah berair, menahan tangis. setelah membuka pintu kamar aku segera menghambur kekasur, memeluk boneka beruang putih (panggil saja wan) boneka pemberian iin kinne bella saat sidang kemarin, sepertinya aku harus berterimakasih ke mereka, karena setelah adanya dia, aku menjadi sedikit lebih lega ketika menangis memeluknya. seperti malam ini, aku menangis disudut kasur memeluknya, menangis tertahan, cukup lama, bahkan masih ketika aku menulis ini.

sepertinya sudah aku, kejadian seperti ini (malam malam dengan tangisan) tidak terjadi, mungkin satu dua tahun yang lalu kan?

aku menangis karena disatu sisi hatiku sedang terluka,dan ditaburi garam kembali, perih, lalu kulampiaskan dengan menangis dalam gelap

oh ayolah kamu sudah berjanji untuk tidak menangis dengan cara seperti itukan? ingat?

tapi
tapi
aku takut
tapi
tapi
aku terluka

aku menutup wajahku dengan selimut, berteriak, seolah, menangis lagi
kali ini, lukaku ditaburi garam
luka kehilangan, ditaburi rasa kehilangan
rasanya, aku mengaku baik-baik saja, namun perasaanku tidak
dicabik sejak ketakutan itu muncul
setiap detiknya menyakitkan
setiap detiknya berbuah air mata

aku sudah berusaha kuat menghilangkan rasa kehilangan
tapi, kau tau?
apa ada yang menjamin kau tak akan meninggalkanku?
apa kau dan teman dekatmu itu tidak akan jadi satu dan meninggalkanku?
bodohnya
perasaanku terlalu peka, ia mencoba menebak-nebak kemungkinan terburuk
atau kemungkinan paling mungkin.
hatiku terlalu rapuh, untuk menerima kemungkinan itu, maka menangislah aku

kepada bulan purnama, jika aku tidak memiliki perasaan yang peka ini, apakah aku akan baik-baik saja sekarang?

Rabu, 22 Agustus 2018

Aku lelah, menjadi pihak yang menunggu mu terus menerus, padahal kamu tidak merasa ditunggu, maka aku lelah